Senin, 11 November 2013

KISAH PAHLAWAN YANG SANGAT TRAGIS.

Perjuangan Abbas Sur sepertinya belum berakhir untuk hidup di Indonesia. Pria kelahiran 1 Januari 1927 itu tetap harus berjuang meski kini yang dilawan bukan lagi penjajah seperti Belanda atau Jepang.

Veteran yang tinggal di Korong Kampung Baru, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat, terpaksa hidup ala kadarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terus melonjak.
Jika sebelumnya untuk mencari makanan cukup menanam di sawah miliknya, kini pria lanjut usia tersebut hanya bertahan dengan uang pensiun sebesar Rp1,5 juta per bulan.
Dia menceritakan, tanah yang biasa digarapnya kini tinggal menjadi kenangan. Pasalnya tanah tersebut sudah dialihfungsikan pemerintah untuk Bandara Internasional Minangkabau seluas 10 hektare.
Kebetulan tanah Abbas berada di ujung landasan, sehingga dia harus merelakan tanah dibuat landasan. Tanah itu sudah dambil sembilan tahun lalu, namun sampai saat ini Pemerintah Kota Padang Pariaman maupun Pemerintah Provinsi Sumbar belum memberikan hak Abbas dan warga sekitar.
Bahkan mantan Tentara Keamanan Rakyat ini dengan teman-temannya sesama warga yang belum menerima uang ganti rugi, telah melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan hak mereka. Mereka sudah sering mengajukan permohonan penggantian tanah ke pemerintah, tapi sampai sekarang jawabannya masih nihil.

“Kami sudah surati pemerintah pusat tentang masalah ini, tapi tak pernah ada jawaban pasti untuk penggantian tanah itu,” lirihnya.
“Kami berjuang karena kami kelaparan, beras yang kami tanami habis dirampas orang Jepang, tapi kali ini tanah yang kami milik ini habis dirampas pemerintah, itu pun belum ada ganti ruginya,” keluhnya.
Dia mengaku, menyerahkan sawahnya karena ingin negerinya lebih maju, dan berharap bisa mendapat pengganti yang layak untuk melanjutkan hidup.

Tapi itikad baik Abbas Sur tidak dibalas oleh Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman.“Tak apa-apa tanah diambil, tapi tolong kasih hak kami,” tuturnya.
Di tengah kecewanya itu, akhirnya Abbas Sur hanya bisa menasehati diri untuk bersabar. Seraya berpikiran positif pemerintah belum punya uang untuk mengganti tanahnya.
Lalu membujuk diri untuk percaya cepat atau lambat dia akan menerima uang haknya itu. Baginya cara itulah yang bisa dia lakukan agar bisa merasakan dirinya tetap menjaga kemerdekaan Indonesia.
“Inginnya se-iya sekata dengan pemerintah. Jangan sampai kita malah tercerai berai, tak bersatu. Dulu susah memperjuangkan untk bersatu seperti ini,” katanya.

Perjuangan dia lakukan dengan mengadukan kepada Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno. Namun kembali hanya janji-janji yang diterima oleh para veteran dan warga sekitar ini.
“Kata gubernur dalam waktu dekat ini dia akan mendapat ganti rugi, harga tanah yang mereka bilang Rp32 ribu per meter, tapi itu masih dibicarakan lagi,” ungkapnya.
Memang penjuangan Abbas Sur ini tidak hanya sampai pada masa penjajah namu dia harus berjuang dengan untuk memenuhi haknya. “Dulu kami berperang untuk mengusir Jepang, tapi kini saya berperang menuntut hak saya, karena pemerintah sudah merampas hak saya,” tegasnya.
Kisah pilu tersebut ternyata belum berakhir. Saat upacara peringatan kemerdekaan 17 Agustus beberapa waktu lalu selesai dia tetap harus berjuang untuk kembali ke rumahnya yang berjarak puluhan kilometer.

Kalau dibandingkan dengan sesama veteran lain yang memakai baju safari, batik, dan pulang dijemput mobil anaknya, namun Abbas Sur hanya memakai baju kemeja batik warga coklat. Baju yang dipakainya merupakan baju dinas veteran. Baju yang bergambar bintang itu dipakainya sekali setahun hanya saat peringatan HUT RI dan kondisnya sudah lusuh.
Untuk kembali ke rumahnya, Abbas dan sang istri harus naik bus kota yang diantar dua orang wartawan di halte depan kantor Gubenur Sumbar. Sampai kapankan para pejuang ini harus hidup seperti ini tanpa ada penghargaan dari pemerintah.

Wawancara Koperasi Guru dan Karyawan SDN 01 Sunter Agung

Dari hasil wawancara kelompok kami dengan Koperasi Guru-guru dan Karyawan SDN 01 Sunter Agung unit simpan pinjam, yang beralamat di jl, Pasar Bambu Kuning no. 01 Tanjung Priuk, Jakarta utara, diperoleh informasi sebagai berikut :

SEJARAH

Berdiri pada tanggal 18 Maret 2000 dan pada tahun 2004 berpindah jabatan karna adanya mutasi ke sekolah lain pada pemegang koperasi pertama. Di Koperasi Simpan Pinjam Guru-guru dan Karyawan 01 Sunter Agung ini tidak terdapat pembagian atau kedudukan jabatan pada posisi lain, yang ada hanya pemegang utama koperasi ini. Dengan tujuan utama mendirikan koperasi simpan pinjam ini adalah untuk mensejahterakan anggota dari SHU.

VISI

Menjadi koperasi terbaik dalam peningkatan kesejahteraan guru-guru dan karyawan melalui pengembangan usaha dan partisipasi aktif anggota Koperasi.

MISI

Meningkatkan pelayanan kebutuhan simpan pinjam dan bahan pokok anggota.
Meningkatkan pemberdayaan SDM bagi Guru-guru dan Karyawan
Mendorong adanya parisipasi aktif anggota dalam segala kegiatan Koperasi.

SYARAT MENJADI ANGGOTA KOPERASI INI :

- Khusus Guru-guru dan Karyawan 01 Sunter Agung
- Simpanan Pokok Rp.25.000/bulan
- Mencicil 10 kali dengan jasa 1%

SYARAT PINJAMAN :

- Fotocopy KTP (suami/istri)
- Batasan/maksimal peminjaman sebesar Rp.2.500.000

KENDALA YANG DIHADAPI KOPERASI GURU DAN KARYAWAN 01 SINTER AGUNG :

Masalah atau kendala yang sering dihadapi oleh koperasi guru dan karyawan 01 sunter agung ini adalah keterlambatan peminjam untuk membayar pinjaman. Tetapi dengan adanya koperasi guru dan karyawan ini dapat memberikan pengaruh positif yang sangat besar terhadap perekonomian atau keuangan para guru dan karyawan. Walaupun di dalamnya tidak terdapat potongan/bunga pada penyimpanan atau peminjaman di koperasi ini. Namun secara garis besar koperasi ini telah menunjang kesetabilan dalam perputaran perekonomian guru-guru dan karyawan saat ini.